Senin, 18 April 2011

PEMETAAN BISNIS PROSES PSIKOTERAPI KE DALAM DESAIN AWAL SISTEM INFORMASI

 KASUS 1 : Phobia Terhadap Nasi
Phobia terhadap nasi merupakan suatu ketakutan yang dialami oleh individu yang disebabkan oleh hal-hal semacam takut terhadap nasi, jijik melihat nasi dan sebagainya. Individu yang umumnya mengalami hal ini dikarenakan adanya pengalaman traumatis yang dialami individu dalam mengkonsumsi nasi itu sendiri.

1. PENDEKATAN
Disini psikolog biasanya akan melakukan pendekatan dengan subjek melalui rapport atau pengenalan awal terlebih dahulu untuk mencairkan suasana agar subjek dapat menjadi lebih santai dan agar subjek juga dapat merasakan suasana yang nyaman.

2. MENGGALI INFORMASI ATAU ANAMNESA
Pada tahap ini psikolog akan melakukan wawancara kepada subjek (Andi) mengenai permasalahan apa yang sedang dihadapi, atau bisa juga psikolog bertanya kepada significant other (orang tua Andi). Seperti menanyakan latar belakang keluarga subjek, latar belakang pendidikan, hubungan subjek dengan orang lain, dll.
Selain wawancara langsung psikolog juga bisa melakukan observasi langsung tanpa atau dengan pengetahuan subjek. Seperti mengamati perilaku subjek sehari-hari, lalu mencatatnya. Baru setelah itu psikolog dapat membuat diagnosa tentang diri subjek, dalam hal ini Andi dinyatakan mengalami ketakutan atau phobia terhadap nasi.

3. MEMILIH TERAPI YANG TEPAT
Dalam kasus Andi, psikolog dapat memberikan pilihan terapi yang sesuai dengan keadaan diri subjek. Disini psikolog memilih untuk memberikan penanganan cukup dengan melakukan terapi desensitisasi sistematis, yaitu dengan memberikan beberapa tahap mulai dari tahapan yang ringan atau objek yang belum samapai mendekati objek yang ditakuti subjek sampai tahapan cukup berat atau mendekati objek yang ditakuti subjek yaitu nasi.

4. PELAKSANAAN TERAPI
Pada tahap ini proses terapi mulai dilakukan. Perawatan mencangkup sehari di ruangan terapi dengan ditemani therapist atau psikolog dan kemudian dilanjutkan dengan beberapa hari kemudian yang disesuaikan dengan kebutuhan subjek. Selain itu pengontrolan juga dapat dilakukan di rumah dengan melihat perilaku subjek yang berkaitan dengan perilakunya terhadap nasi.

5. CONTROLLING
Pada tahap ini pengontrolan terhadap terapi dan klien dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan di tenpat terapis atau di rumah melalui significant others dengan melihat perilaku subjek yang berkaitan dengan perilakunya terhadap nasi.

6. EVALUASI
Setelah melakukan rangkaian terapi dan pengontrolan perilaku subjek, maka psikolog dapat melakukan evaluasi, yaitu untuk melihat keberhasilan atau kegagalan proses terapi yang dijalani subjek. Dalam kasus Andi, terapi yang dilakukan dengan Desentisisasi sistematis ternyata cukup berhasil. Disini dapat dilihat bahwa Andi yang sebelumnya sangat tidak ingin melihat nasi dan juga membayangkan nasi, sekarang ini Andi sudah tidak begitu jijik dan mual lagi jikalau dia melihat atau membayangkan nasi. Meskipun untuk menjadikan nasi sebagai menu utama asupan karbohidratnya masih belum tercapai namun Andi sudah mulai mencoba nasi sebagai asupan karbohidrat disamping mie instan.

A. 1) Case Name : Pendekatan
2) Pre Condition : None
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menyapa klien
- Menanyakan biodata ringkas klien
- Membuat nyaman klien
5) Post Condition : Anamnesa
6) Actor Who Gets Benefit : Klien dan Terapis

B. 1) Case Name : Anamnesa
2) Pre Condition : Pendekatan
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menanyakan identitas lengkap klien
- Menanyakan latar belakang klien
- Menanyakan riwayat hidup klien
- Menanyakan relasi sosial klien
- Menanyakan penyebab dari gangguan yang dihadapi klien
5) Post Condition : Pilih terapi
6) Actor Who Gets Benefit : Terapis

C. 1) Case Name : Memilih terapi
2) Pre Condition : Anamnesa
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menyiapkan hal-hal yang akan diperlukan untuk proses
terapi
- Menjelaskan kepada klien mengenai terapi yang akan
digunakan atau diterapkan
5) Post Condition : Pelaksanaan Terapi
6) Actor Who Gets Benefit : Terapis

D. 1) Case Name : Pelaksanaan terapi
2) Pre Condition : Pilih terapi
3) Actor Who Initiates : Klien & terapis
4) Step : - Memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan terapi
- Membuat rancangan tentang pelaksaan terapi
- Membuat catatan mengenai kemajuan pelaksanaan terapi
5) Post Condition : Controlling
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

E. 1) Case Name : Controlling
2) Pre Condition : Pelaksanaan terapi
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Mengawasi dan memantau keberlangsungan jalannya
proses terapi
- Mencatat hal-hal yang penting selama berlangsungnya
proses terapi
5) Post Condition : Evaluasi
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

F. 1) Case Name : Evaluasi
2) Pre Condition : Pelaksanaan terapi
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Membuat hipotesis mengenai terapi yang sudah dilakukan
- Memberikan hasil dari terapi yang sudah dilakukan berupa masukan atau saran kepada klien
- Melakukan terapi ulang jika diperlukan.
5) Post Condition : None
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis


 KASUS 2 : Phobia atau Ketakutan akan berbicara di depan umum
Phobia atau Ketakutan akan berbicara di depan umum merupakan ketakutan dan kecemasan yang dialami oleh individu pada saat berbicara di depan umum seperti berpidato, membawakan puisi, sajak, mengajar dan sebagainya. Phobia ini dapat menghambat perkembangan kognitif individu dalam meningkatkan dan mengoptimalkan rasa percaya diri (self-confidence) individu.

1. PENDEKATAN
Disini psikolog biasanya akan melakukan pendekatan dengan subjek melalui rapport atau pengenalan awal terlebih dahulu untuk mencairkan suasana agar subjek dapat menjadi lebih santai dan agar subjek juga dapat merasakan suasana yang nyaman.

2. MENGGALI INFORMASI ATAU ANAMNESA
Informasi yang diperoleh psikolog untuk kasus Rina didapatkan melalui observasi langsung kepada Rina, serta melalui wawancara dengan orang tua Rina. Wawancara tersebut mencangkup pertanyaan seputar perilaku apa saja yang biasa dilakukan Rina, latar belakang pola asuh dalam keluarga, serta perlakuan apa saja yang diterima Rina dari orang tuanya dan lingkungan sekitarnya berkaitan dengan perilaku phobia atau ketakutan akan berbicara di depan umum.

3. MEMILIH TERAPI YANG TEPAT
Dalam kasus Rina, psikolog memilih terapi Cognitive Emotional Therapy untuk meningkatkan Self-Confidence atau rasa percaya diri dan pengendalian emosional Subjek sebagai solusi dari masalah ketakutan atau phobia akan berbicara di depan umum.

4. PELAKSANAAN TERAPI
Dalam terapi Cognitive Emotional Therapy, Rina diberikan beberapa trik atau cara bagaimana mengendalikan emosi dan memfokuskan kognisi atau pikiran terhadap perasaan yang akan dialami pada saat berbicara didepan umum. Rina juga diajarkan beberapa cara untuk memunculkan rasa percaya diri apabila diminta untuk berbicara didepan umum. Untuk orang tua Rina, mereka diminta agar terus memotivasi Rina agar Rina lebih bersemangat dan optimis akan kemampuannya dalam mengatasi masalah yang dialaminya.

5. CONTROLLING
Pada tahap ini pengontrolan terhadap terapi dan klien dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan di tenpat terapis atau di tempat lain melalui significant others dengan melihat perilaku subjek yang berkaitan dengan perilakunya berbicara didepan umum.

6. EVALUASI
Selama 4 hari pelaksanaan terapi, Rina mulai memperlihatkan kemajuan dalam memunculkan rasa percaya dirinya untuk berbicara di depan umum, namun pengendalian emosi masih belum dikuasai Rina. Pelaksanaan terapi pun masih berlanjut dan terus di intensifkan. Pada 2 hari berikutnya Rina mulai memberikan respon positif mengenai kemampuannya dalam pengendalian emosinya apabila dirinya berbicara didepan umum. Psikolog dan orang tua Rina pun semakin optimis akan perkembangan Rina yang terus meningkat. Pada hari terakhir yang direncanakan untuk mengoptimalkan terapi, akhirnya Rina benar-benar mampu memperlihatkan rasa percaya dirinya dan kemampuan pengendalian emosi disertai memfokuskan pikirannya agar dia mampu mengatasi ketakutan atau phobia akan berbicara didepan umum. Dengan demikian, Rina pun dianggap berhasil melaksanakan terapi yang diberikan oleh psikolog.
A. 1) Case Name : Pendekatan
2) Pre Condition : None
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menyapa klien
- Menanyakan biodata ringkas klien
- Membuat nyaman klien
5) Post Condition : Anamnesa
6) Actor Who Gets Benefit : Klien dan Terapis

B. 1) Case Name : Anamnesa
2) Pre Condition : Pendekatan
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menanyakan identitas lengkap klien
- Menanyakan latar belakang klien
- Menanyakan riwayat hidup klien
- Menanyakan relasi sosial klien
- Menanyakan penyebab dari gangguan yang dihadapi klien
5) Post Condition : Pilih terapi
6) Actor Who Gets Benefit : Terapis

C. 1) Case Name : Memilih terapi
2) Pre Condition : Anamnesa
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menyiapkan hal-hal yang akan diperlukan untuk proses
terapi
- Menjelaskan kepada klien mengenai terapi yang akan
digunakan atau diterapkan
5) Post Condition : Pelaksanaan Terapi
6) Actor Who Gets Benefit : Terapis

D. 1) Case Name : Pelaksanaan terapi
2) Pre Condition : Pilih terapi
3) Actor Who Initiates : Klien & terapis
4) Step : - Memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan terapi
- Membuat rancangan tentang pelaksaan terapi
- Membuat catatan mengenai kemajuan pelaksanaan terapi
5) Post Condition : Controlling
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

E. 1) Case Name : Controlling
2) Pre Condition : Pelaksanaan terapi
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Mengawasi dan memantau keberlangsungan jalannya
proses terapi
- Mencatat hal-hal yang penting selama berlangsungnya
proses terapi
5) Post Condition : Evaluasi
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

F. 1) Case Name : Evaluasi
2) Pre Condition : Pelaksanaan terapi
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Membuat hipotesis mengenai terapi yang sudah dilakukan
- Memberikan hasil dari terapi yang sudah dilakukan berupa masukan atau saran kepada klien
- Melakukan terapi ulang jika diperlukan.
5) Post Condition : None
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis


 KASUS 3: Phobia atau Ketakutan terhadap Air (Hydrophobia)
Phobia atau ketakutan terhadap air merupakan ketakutan, kecemasan yang dialami oleh subjek yang menganggap bahwa air adalah sesuatu yang harus dihindari dan merupakan sesuatu yang menakutkan melebihi apapun dan dapat mengancam jiwa atau keselamatannya. Subjek meyakini kalau air adalah sumber bahaya dan dapat memunculkan hal-hal yang mengerikan.

1. PENDEKATAN
Disini psikolog biasanya akan melakukan pendekatan dengan subjek melalui rapport atau pengenalan awal terlebih dahulu untuk mencairkan suasana agar subjek dapat menjadi lebih santai dan agar subjek juga dapat merasakan suasana yang nyaman.

2. MENGGALI INFORMASI ATAU ANAMNESA
Pada tahap ini psikolog melakukan wawancara dengan significant other (istri Rudy) untuk mengetahui lebih jauh penyebab dari ketakutan Rudi terhadap air. Psikolog memberikan beberapa pertanyaan seperto Kapan pertama kali Rudy memperlihatkan perilaku phobianya, Apa yang Rudy lakukan jika berinteraksi dengan air, Bagaimana Rudy memberikan gambaran terhadap ketakutannya akan air, dan sebagainya. Di samping itu, psikolog juga dapat mengobservasi perilaku Rudy ketika berada di rumah dan ketika Rudy berada di ruang terapi.
3. MEMILIH TERAPI YANG TEPAT
Psikolog akan memberikan terapi Emotional Freedom Technique (EFT) adalah sebuah terapi psikologi praktis yang dapat menangani banyak penyakit, baik itu penyakit fisik dan penyakit psikologis (masalah pikiran dan perasaan). Dapat dikatakan EFT adalah versi psikologi dari terapi akupunktur yang menggunakan jarum. EFT tidak menggunakan jarum, melainkan dengan menyelaraskan sistem energi tubuh pada titik-titik meridian di tubuh Anda, dengan cara mengetuk (tapping) dengan ujung jari. Emotional Freedom Technique (EFT) dipilih untuk menghilangkan hambatan-hambatan emosi seperti marah, kecewa, sedih, cemas, stress, trauma dsb. Subjek akan diberikan suasana sedemikian rupa yang berhubungan dengan objek phobianya yaitu air. Dalam menjalankan proses terapi ini keberhasilan sepenuhnya ditentukan oleh keseriusan subjek untuk mengatasi phobianya dan kerja sama subjek dalam pemberian terapi.

4. PELAKSANAAN TERAPI
Pada sesi pertama subjek di berikan tapping di 18 titik meredian tubuh untuk mengatasi hampir semua hambatan emosi dan fisik. Dalam pemberian tapping, subjek diberikan sugesti terlebih dahulu agar tapping yang diberikan dapat optimal. Setelah subjek merespon positif tapping yang diberikan, dilanjutkan ke sesi kedua. Di sesi kedua ini subjek mulai diberikan control emosi untuk mengatasi hambatan-hambatan emosi yang muncul seperti cemas, stress dan takut. Pada sesi yang kedua ini mulai memberikan hasil yang cukup baik dengan perilaku subjek yang berani melihat gambar air di sungai kemudia subjek mulai mendekati gambar itu lalu mulai menyentuh gambar tersebut. Dengan demikian, psikolog mulai meningkatkan sugesti dan memberikan gambar air di lautan yang luas, namun dalam hal ini subjek menunjukkan penolakan dan mulai kehilangan kontrol emosinya. Akhirnya psikolog pun menghentikan terapi dan berhenti pada sugesti untuk gambar air disungai.

5. CONTROLLING
Pada tahap ini pengontrolan terhadap terapi dan klien dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan di tenpat terapis atau di tempat lain melalui significant others dengan melihat perilaku subjek yang berkaitan dengan perilakunya terhadap air.

6. EVALUASI
Setelah proses terapi yang dilakukan kemarin. Psikolog menyarankan Rudy untuk melihat air di kolam ikan dengan ditemani istri dan adiknya. Rudy pun mengikuti saran psikolog dan Rudy berhasil mengatasi ketakutannya untuk melihat air yang berkumpul di kolam ikan. Pada hari berikutnya Rudy yang didampingi istrinya mulai melanjutkan hasil terapinya dengan mendatangi sungai yang lokasinya di daerah tempat tinggal Rudy untuk melihat air yang berkumpul disungai dan kembali Rudy mampu mengatasi ketakutannya atau emosi negatif. Meskipun Rudy mampu mengatasi ketakutannya terhadap air dikolam ikan dan disungai dan masih belum mampu mengatasi ketakutannya terhadap air dilaut, psikolog menyatakan Rudy berhasil menerima terapi dengan cukup baik. Dengan demikian psikolog memuji keseriusan dan usaha Rudy untuk mau mengatasi ketakutannya terhadap air walaupun belum berhasil sepenuhnya.
A. 1) Case Name : Pendekatan
2) Pre Condition : None
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menyapa klien
- Menanyakan biodata ringkas klien
- Membuat nyaman klien
5) Post Condition : Anamnesa
6) Actor Who Gets Benefit : Klien dan Terapis

B. 1) Case Name : Anamnesa
2) Pre Condition : Pendekatan
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menanyakan identitas lengkap klien
- Menanyakan latar belakang klien
- Menanyakan riwayat hidup klien
- Menanyakan relasi sosial klien
- Menanyakan penyebab dari gangguan yang dihadapi klien
5) Post Condition : Pilih terapi
6) Actor Who Gets Benefit : Terapis

C. 1) Case Name : Memilih terapi
2) Pre Condition : Anamnesa
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Menyiapkan hal-hal yang akan diperlukan untuk proses
terapi
- Menjelaskan kepada klien mengenai terapi yang akan
digunakan atau diterapkan
5) Post Condition : Pelaksanaan Terapi
6) Actor Who Gets Benefit : Terapis

D. 1) Case Name : Pelaksanaan terapi
2) Pre Condition : Pilih terapi
3) Actor Who Initiates : Klien & terapis
4) Step : - Memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan terapi
- Membuat rancangan tentang pelaksaan terapi
- Membuat catatan mengenai kemajuan pelaksanaan terapi
5) Post Condition : Controlling
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

E. 1) Case Name : Controlling
2) Pre Condition : Pelaksanaan terapi
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Mengawasi dan memantau keberlangsungan jalannya
proses terapi
- Mencatat hal-hal yang penting selama berlangsungnya
proses terapi
5) Post Condition : Evaluasi
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

F. 1) Case Name : Evaluasi
2) Pre Condition : Pelaksanaan terapi
3) Actor Who Initiates : Terapis
4) Step : - Membuat hipotesis mengenai terapi yang sudah dilakukan
- Memberikan hasil dari terapi yang sudah dilakukan berupa masukan atau saran kepada klien
- Melakukan terapi ulang jika diperlukan.
5) Post Condition : None
6) Actor Who Gets Benefit : Klien & Terapis

Senin, 04 April 2011

PEMETAAN BISNIS PROSES PSIKOTERAPI KE DALAM DESAIN AWAL SISTEM INFORMASI

PEMETAAN BISNIS PROSES PSIKOTERAPI KE DALAM DESAIN AWAL SISTEM INFORMASI

Disini akan dijelaskan mengenai proses-proses terapi untuk berbagai macam kasus dengan menggunakan pemetaan bisnis proses. Dengan tahapan :
1. Pendekatan
2. Menggali informasi tentang subjek
3. Memilih terapi yang tepat
4. Pelaksanaan terapi dan pengontrolan
5. Evaluasi
Kasus-kasus yang akan dijabarkan ke dalam pemetaan bisnis proses diantaranya, seperti :
1) Phobia Terhadap Nasi
Phobia terhadap nasi merupakan suatu ketakutan yang dialami oleh individu yang disebabkan oleh hal-hal semacam takut terhadap nasi, jijik melihat nasi dan sebagainya. Individu yang umumnya mengalami hal ini dikarenakan adanya pengalaman traumatis yang dialami individu dalam mengkonsumsi nasi itu sendiri.

Contoh kasus Phobia terhadap nasi :
Andi (16 tahun) adalah anak dari seorang Pegawai swasta di Jakarta. Pada usia 6 tahun, Andi mengalami sakit panas yang sangat serius yang diakibatkan oleh pola makan Andi yang tida tertatur. Karena harus mendapatkan perawatan yang intensif di Rumah Sakit dan pola makan Andi juga yang sangat diawasi dengan ketat, Andi selalu mendapat menu makan dengan nasi putih hangat yang menjadi sumber karbohidrat utamanya selama dirawat di Rumah sakit . Andi menghabiskan perawatan di Rumah sakit kurang lebih 4 bulan.
Setelah Andi sembuh dan sudah tidak dirawat lagi di rumah sakit, Andi masih menyukai nasi putih sebagai asupan utama karbohidratnya namun setelah beberapa hari kemudian, Andi mulai ketakutan dan mual kalau dia memakan nasi atau melihat nasi. Dari semenjak itulah sampai sekarang Andi tidak mau lagi memilih nasi sebagai asupan utama karbohidratnya. Untuk kebutuhan makan sehari-harinya, Andi mengganti nasi dengan mie instant. Melihat hal tersebut, kedua orang tua Andi pun menjadi prihatin dan sedih sehingga mereka ingin Andi kembali menyukai nasi sebagai asupan utama karbohidratnya atau kebutuhan makan sehari-harinya.



Dari kasus diatas dapat kita buat pemetaan bisnis prosesnya yaitu:
1. Pendekatan
Disini psikolog biasanya akan melakukan pendekatan dengan subjek melalui rapport atau pengenalan awal terlebih dahulu untuk mencairkan suasana agar subjek dapat menjadi lebih santai dan agar subjek juga dapat merasakan suasana yang nyaman.
2. Menggali informasi tentang subjek
Pada tahap ini psikolog akan melakukan wawancara kepada subjek (Andi) mengenai permasalahan apa yang sedang dihadapi, atau bisa juga psikolog bertanya kepada significant other (orang tua Andi). Seperti menanyakan latar belakang keluarga subjek, latar belakang pendidikan, hubungan subjek dengan orang lain, dll.
Selain wawancara langsung psikolog juga bisa melakukan observasi langsung tanpa atau dengan pengetahuan subjek. Seperti mengamati perilaku subjek sehari-hari, lalu mencatatnya. Baru setelah itu psikolog dapat membuat diagnosa tentang diri subjek, dalam hal ini Andi dinyatakan mengalami ketakutan atau phobia terhadap nasi.
3. Memilih terapi yang tepat
Dalam kasus Andi, psikolog dapat memberikan pilihan terapi yang sesuai dengan keadaan diri subjek. Disini psikolog memilih untuk memberikan penanganan cukup dengan melakukan terapi desensitisasi sistematis, yaitu dengan memberikan beberapa tahap mulai dari tahapan yang ringan atau objek yang belum samapai mendekati objek yang ditakuti subjek sampai tahapan cukup berat atau mendekati objek yang ditakuti subjek yaitu nasi.
4. Pelaksanaan terapi dan pengontrolan
Pada tahap ini proses terapi dan pengontrolan mulai dilakukan. Perawatan mencangkup sehari di ruangan terapi dengan ditemani therapist atau psikolog dan kemudian dilanjutkan dengan beberapa hari kemudian yang disesuaikan dengan kebutuhan subjek. Selain itu pengontrolan juga dapat dilakukan di rumah dengan melihat perilaku subjek yang berkaitan dengan perilakunya terhadap nasi.
5. Evaluasi
Setelah melakukan rangkaian terapi dan pengontrolan perilaku subjek, maka psikolog dapat melakukan evaluasi, yaitu untuk melihat keberhasilan atau kegagalan proses terapi yang dijalani subjek. Dalam kasus Andi, terapi yang dilakukan dengan Desentisisasi sistematis ternyata cukup berhasil. Disini dapat dilihat bahwa Andi yang sebelumnya sangat tidak ingin melihat nasi dan juga membayangkan nasi, sekarang ini Andi sudah tidak begitu jijik dan mual lagi jikalau dia melihat atau membayangkan nasi. Meskipun untuk menjadikan nasi sebagai menu utama asupan karbohidratnya masih belum tercapai namun Andi sudah mulai mencoba nasi sebagai asupan karbohidrat disamping mie instan.

2) Phobia atau Ketakutan akan berbicara di depan umum
Phobia atau Ketakutan akan berbicara di depan umum merupakan ketakutan dan kecemasan yang dialami oleh individu pada saat berbicara di depan umum seperti berpidato, membawakan puisi, sajak, mengajar dan sebagainya. Phobia ini dapat menghambat perkembangan kognitif individu dalam meningkatkan dan mengoptimalkan rasa percaya diri (self-confidence) individu.

Contoh Kasus Phobia atau Ketakutan akan berbicara di depan umum
Rina (19 tahun) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Orang tua Rina yang berprofesi sebagai Pengajar atau guru di Sekolah swasta. Rina mengalami phobia atau ketakutan akan berbicara di depan umum ini mulai dari kelas 4 SD yaitu pada saat Rina berusia 10 tahun. Ketika itu Rina diminta oleh gurunya untuk membawakan cerita yang dia buat mengenai pengalaman liburannya bersama keluarganya didepan kelas. Awalnya Rina masih mampu mengendalikan kecemasan dan kekhawatirannya untuk berbicara didepan kelas, namun beberapa saat kemudian Rina pun mulai tidak mampu mengendalikan kecemasan dan kekhawatirannya untuk berbicara didepan kelas dan pada akhirnya Rina pun menangis dan tidak mau melanjutkan kegiatan belajar mengajar atau meminta untuk pulang ke rumah.
Mulai saat itulah sampai sekarang ini Rina mengalami phobia atau ketakutan akan berbicara di depan umum. Pada dasarnya Rina memang anak yang pendiam namun Rina tergolong anak yang memiliki rasa untuk bersosialisasi yang cukup tinggi. Melihat kondisi Rina yang phobia atau takut untuk berbicara di depan umum semakin parah dan semakin mengkhawatirkan membuat kedua orang tuanya sedih dan ingin membantu Rina mengatasi masalah phobia atau ketakutannya untuk berbicara di depan umum tersebut. Akhirnya orang tua Rina memutuskan untuk membawa Rina ke psikolog.

Pemetaan bisnis proses untuk contoh kasus diatas yaitu:
1. Pendekatan
Disini psikolog biasanya akan melakukan pendekatan dengan subjek melalui rapport atau pengenalan awal terlebih dahulu untuk mencairkan suasana agar subjek dapat menjadi lebih santai dan agar subjek juga dapat merasakan suasana yang nyaman.

2. Menggali informasi tentang subjek
Informasi yang diperoleh psikolog untuk kasus Rina didapatkan melalui observasi langsung kepada Rina, serta melalui wawancara dengan orang tua Rina. Wawancara tersebut mencangkup pertanyaan seputar perilaku apa saja yang biasa dilakukan Rina, latar belakang pola asuh dalam keluarga, serta perlakuan apa saja yang diterima Rina dari orang tuanya dan lingkungan sekitarnya berkaitan dengan perilaku phobia atau ketakutan akan berbicara di depan umum.
3. Memilih terapi yang tepat
Dalam kasus Rina, psikolog memilih terapi Cognitive Emotional Therapy untuk meningkatkan Self-Confidence atau rasa percaya diri dan pengendalian emosional Subjek sebagai solusi dari masalah ketakutan atau phobia akan berbicara di depan umum.
4. Pelaksanaan terapi dan pengontrolan
Dalam terapi Cognitive Emotional Therapy, Rina diberikan beberapa trik atau cara bagaimana mengendalikan emosi dan memfokuskan kognisi atau pikiran terhadap perasaan yang akan dialami pada saat berbicara didepan umum. Rina juga diajarkan beberapa cara untuk memunculkan rasa percaya diri apabila diminta untuk berbicara didepan umum. Untuk orang tua Rina, mereka diminta agar terus memotivasi Rina agar Rina lebih bersemangat dan optimis akan kemampuannya dalam mengatasi masalah yang dialaminya.
5. Evaluasi
Selama 4 hari pelaksanaan terapi, Rina mulai memperlihatkan kemajuan dalam memunculkan rasa percaya dirinya untuk berbicara di depan umum, namun pengendalian emosi masih belum dikuasai Rina. Pelaksanaan terapi pun masih berlanjut dan terus di intensifkan. Pada 2 hari berikutnya Rina mulai memberikan respon positif mengenai kemampuannya dalam pengendalian emosinya apabila dirinya berbicara didepan umum. Psikolog dan orang tua Rina pun semakin optimis akan perkembangan Rina yang terus meningkat. Pada hari terakhir yang direncanakan untuk mengoptimalkan terapi, akhirnya Rina benar-benar mampu memperlihatkan rasa percaya dirinya dan kemampuan pengendalian emosi disertai memfokuskan pikirannya agar dia mampu mengatasi ketakutan atau phobia akan berbicara didepan umum. Dengan demikian, Rina pun dianggap berhasil melaksanakan terapi yang diberikan oleh psikolog.




3) Phobia atau Ketakutan terhadap Air (Hydrophobia)
Phobia atau ketakutan terhadap air merupakan ketakutan, kecemasan yang dialami oleh subjek yang menganggap bahwa air adalah sesuatu yang harus dihindari dan merupakan sesuatu yang menakutkan melebihi apapun dan dapat mengancam jiwa atau keselamatannya. Subjek meyakini kalau air adalah sumber bahaya dan dapat memunculkan hal-hal yang mengerikan.

Contoh Kasus Phobia atau Ketakutan terhadap Air atau Hydrophobia
Rudy merupakan laki-laki paruh baya yang berusia 36 tahun. Rudy memiliki satu orang anak perempuan yang berusia 12 tahun dan istri Rudy berusia 30 tahun. Pada awalnya Rudy tidak menyadari bahwa dirinya memiliki ketakutan yang sangat hebat terhadap air. Meski demikian Rudy tetap menjalankan kebutuhan untuk menjaga kebersihan dirinya untuk mandi 2 kali sehari pagi dan sore dengan waktu yang cukup singkat antara 5 sampai 10 menit. Rudy masih membutuhkan air untuk kebutuhan hidupnya seperti minum, mandi, cuci tangan dan sebagainya. Ketakutan Rudy terhadap air akan muncul apabila melihat air dengan skala besar seperti air dalam kolam ikan, air disungai dan sampai air dilaut.
Rudy pertama kali merasakan ketakutannya ketika berusia 7 tahun, dimana pada saat itu Rudy tergelincir masuk kedalam bak mandi dikamar mandi milik pamannya. Meskipun Rudy tidak sampai tenggelam dalam bak mandi tersebut namun dirinya merasa sangat ketakutan terhadap air yang ada dalam bak mandi tersebut. Oleh karena pengalaman buruknya itu Rudi tidak menggunakan bak mandi di kamar mandinya. Ketika di Tanya lebih lanjut bahwa apa yang membuat Rudy takut, apakah air atau bak mandinya, Rudy menjawab dengan tegas bahwa air lah yang dia takutkan. Air yang berkumpul dalam wadah yang cukup besar seperti bak mandi sekali pun merupakan sesuatu yang sangat menakutkan dan mengancam jiwanya. Melihat keadaan Rudy yang semakin parah akan ketakutannya terhadap air, membuat istri Rudy dan adik Rudy merekomendasikan Rudy untuk berkonsultasi kepada psikolog dengan harapan Rudy mampu mengatasi ketakutannya terhadap air.

Pemetaan bisnis proses untuk contoh kasus diatas, yaitu :
1. Pendekatan
Disini psikolog biasanya akan melakukan pendekatan dengan subjek melalui rapport atau pengenalan awal terlebih dahulu untuk mencairkan suasana agar subjek dapat menjadi lebih santai dan agar subjek juga dapat merasakan suasana yang nyaman.


2. Menggali informasi tentang subjek
Pada tahap ini psikolog melakukan wawancara dengan significant other (istri Rudy) untuk mengetahui lebih jauh penyebab dari ketakutan Rudi terhadap air. Psikolog memberikan beberapa pertanyaan seperto Kapan pertama kali Rudy memperlihatkan perilaku phobianya, Apa yang Rudy lakukan jika berinteraksi dengan air, Bagaimana Rudy memberikan gambaran terhadap ketakutannya akan air, dan sebagainya. Di samping itu, psikolog juga dapat mengobservasi perilaku Rudy ketika berada di rumah dan ketika Rudy berada di ruang terapi.
3. Memilih terapi yang tepat
Psikolog akan memberikan terapi Emotional Freedom Technique (EFT) adalah sebuah terapi psikologi praktis yang dapat menangani banyak penyakit, baik itu penyakit fisik dan penyakit psikologis (masalah pikiran dan perasaan). Dapat dikatakan EFT adalah versi psikologi dari terapi akupunktur yang menggunakan jarum. EFT tidak menggunakan jarum, melainkan dengan menyelaraskan sistem energi tubuh pada titik-titik meridian di tubuh Anda, dengan cara mengetuk (tapping) dengan ujung jari. Emotional Freedom Technique (EFT) dipilih untuk menghilangkan hambatan-hambatan emosi seperti marah, kecewa, sedih, cemas, stress, trauma dsb. Subjek akan diberikan suasana sedemikian rupa yang berhubungan dengan objek phobianya yaitu air. Dalam menjalankan proses terapi ini keberhasilan sepenuhnya ditentukan oleh keseriusan subjek untuk mengatasi phobianya dan kerja sama subjek dalam pemberian terapi.
4. Pelaksanaan terapi dan pengontrolan
Pada sesi pertama subjek di berikan tapping di 18 titik meredian tubuh untuk mengatasi hampir semua hambatan emosi dan fisik. Dalam pemberian tapping, subjek diberikan sugesti terlebih dahulu agar tapping yang diberikan dapat optimal. Setelah subjek merespon positif tapping yang diberikan, dilanjutkan ke sesi kedua. Di sesi kedua ini subjek mulai diberikan control emosi untuk mengatasi hambatan-hambatan emosi yang muncul seperti cemas, stress dan takut. Pada sesi yang kedua ini mulai memberikan hasil yang cukup baik dengan perilaku subjek yang berani melihat gambar air di sungai kemudia subjek mulai mendekati gambar itu lalu mulai menyentuh gambar tersebut. Dengan demikian, psikolog mulai meningkatkan sugesti dan memberikan gambar air di lautan yang luas, namun dalam hal ini subjek menunjukkan penolakan dan mulai kehilangan kontrol emosinya. Akhirnya psikolog pun menghentikan terapi dan berhenti pada sugesti untuk gambar air disungai.


5. Evaluasi
Setelah proses terapi yang dilakukan kemarin. Psikolog menyarankan Rudy untuk melihat air di kolam ikan dengan ditemani istri dan adiknya. Rudy pun mengikuti saran psikolog dan Rudy berhasil mengatasi ketakutannya untuk melihat air yang berkumpul di kolam ikan. Pada hari berikutnya Rudy yang didampingi istrinya mulai melanjutkan hasil terapinya dengan mendatangi sungai yang lokasinya di daerah tempat tinggal Rudy untuk melihat air yang berkumpul disungai dan kembali Rudy mampu mengatasi ketakutannya atau emosi negatif. Meskipun Rudy mampu mengatasi ketakutannya terhadap air dikolam ikan dan disungai dan masih belum mampu mengatasi ketakutannya terhadap air dilaut, psikolog menyatakan Rudy berhasil menerima terapi dengan cukup baik. Dengan demikian psikolog memuji keseriusan dan usaha Rudy untuk mau mengatasi ketakutannya terhadap air walaupun belum berhasil sepenuhnya.

Selasa, 08 Juni 2010

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja : ” Kondisi tanpa bobot dan gejala gravitasional lain”

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja : ” Kondisi tanpa bobot dan gejala gravitasional lain”

• Tanpa bobot
Bobot merupakan suatu berat atau mutu dimana hal ini dapat menghambat sesuatu, diperlukan terhadap sesuatu , dan memberikan nilai tambah pada sesuatu. Bobot dalam hal kaitannya dengan sesuatu yang menghambat atau merugikan misalnya bobot atau berat yang berlebihan pada suatu benda sehingga akan menimbulkan kesulitan bagi manusia untuk membawanya atau mengangkatnya. Contohnya patung yang beratnya atau bobotnya diatas 50 kg tentunya akan sangat sulit dibawa atau diangkat oleh seorang manusia. Bobot dalam hal kaitannya dengan diperlukan terhadap sesuatu disebut juga dengan mutu. Bobot dalam hal ini contohnya mutu atau bobot dari nilai 100 pada nilai ujian adalah bagus sedangkan bobot atau mutu nilai dibawah 50 pada nilai ujian dalah jelek atau tidak bagus. Bobot yang kaitannya dengan memberikan nilai tambah pada sesuatu yang akhirnya mempengaruhi gravitasi dari beratb suatu benda untuk jatuh ke tanah. Contohnya : benda dengan bobot yang ringan (kapas) akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk jatuh ke tanah (gravitasi yang lemah) sedangkan benda dengan bobot yang sangat berat (batu) akan membutuhkan waktu yang cepat untuk jatuh ke tanah (gravitasi yang kuat). Dari gravitasional tersebut, sesuatu yang ringan dapat menimbulkan suatu efek tanpa bobot karena tidak ada hambatan dan tekanan.

• Akselerasi
Akkselerasi merupakan kata lain dari kecepatan. Hal ini dapat ditunjukkan salah satunya dengan akselerasi atau kecepatan suatu benda yang melaju atau bergerak seperti pesawat terbang, kereta api, mobil, sepeda motor, dll. Akselerasi atau kecepatan laju suatu benda dapat bervariasi atau berbeda-beda yang ditentukan oleh seberapa kapasitas kecepatan atau akselerasi benda tersebut dapat melaju atau bergerak. Bukan hanya benda saja yang termasuk kedalam akselerasi tetapi kemampuan manusia juga termasuk kedalam akselearsi atau kecepatan. Hal ini dijelaskan dengan seberapa cepatkah akselerasi atau kecepatan kemampuan seseorang dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkannya. Tidak jauh berbeda dengan benda, setiap manusia memiliki akselerasi atau kecepatan kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usaha dan kemauan manusia itu sendiri untuk mengembangkan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

• Ilusi
lusi adalah suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Dengan kata lain, ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada panca indera. Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah, dapat meng-interpretasikan suara gemerisik daun-daun sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh racun, infeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat adiktif.
Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan).
• Dalam kaitannya dengan dunia kerja dan ergonomi
Dari beberapa pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa kondisi tanpa bobot dan gejala garivitasional lain mempengaruhi dunia kerja seperti :
 Tanpa bobot. Tanpa bobot atau beban merupakan hal yang mempengaruhi kinerja seseoarang dalam bekerja. Karyawan yang bekerja dengan tanpa beban atau bobot dapat memaksimalkan dan mengoptimalkan kinerjanya. Hal ini dikarenakan karyawan tersebut tidak mengalami hambatan dan tekanan yang berasal dari beban atau bobot tersebut. Kondisi ruangan kerja dan alat penunjang kerja yang tidak memiliki nilai ergonomi (kenyamanan) akan menimbulkan bobot atau beban pikiran yang mengganggu kinerjanya.
 Akselerasi. Kemampuan karyawan dalam bekerja sangat bervariasi atau berbeda-beda apalagi didalam menyangkut akselerasi kemampuan akan pencapaian prestasi kerja. Akselerasi atau kecepatan perkembangan kemampuan karyawan yang tidak lain diakibatkan oleh kualitas baik alat penunjang kerja atau ruangan kerja yang memiliki nilai ergonomi (kenyamanan dan ketepatan) yang baik dan akhirnya akan menimbulkan kenaikan jabatan atau prestasi kerja. Misalnya saja seorang operator atau buruh biasa apabila memiliki akselerasi atau kecepatan perkembangan kemampuannya dalam bekerja akan mendapatkan promosi atau kenaikan jabatan berupa pengangkatan menjadi leader bahkan menjadi bagian dari karyawan administrasi pabrik atau perusahaan.
 Ilusi. Memiliki ruangan kerja yang buruk dan tidak memiliki nilai ergonomi yang baik akan menimbulkan kejenuhan dan ketidaknyamanan yang akan dialami oleh karyawannya. Akibat dari hal ini akan menimbulkan ilusi. Ilusi sendiri merupakan interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada panca indera. Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan). Contohnya : seorang karyawan yang perusahannya tidak memiliki nilai ergonomi yang baik dalam penataan ruangannya sehingga ruangannya terkesan kotor dan tidak terawat maka akan mengintepretasikan suara berisik dari sampah diruangannya sebagai suara dari karyawan lain yang mengganggunya.

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja : Kondis-kondisi Atmosferik

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja : Kondis-kondisi Atmosferik

• Sistem pengaturan atau regulasi suhu tubuh
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
• Pengaruh Suhu
1. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :
a. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
c. Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat.
2. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun, yaitu :
a. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh. Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior.
b. Piloereksi. Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada binatang tingkat rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap lingkungan.
c. Peningkatan pembentukan panas. Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi tiroksin.

• Pengaruh cuaca dan kondisi yang berhubungan
A. Perubahan cuaca dan pengaruhnya terhadap sistem kesehatan. Perubahan cuaca dapat mengakibatkan munculnya berbagai gangguan kesehatan. Serangan heatstroke, kematian akibat tersambar petir, busung lapar akibat gagal panen yang disebabkan perubahan pola hujan, dan gangguan kesehatan lainnya membutuhkan penanganan istimewa, tidak bisa disamakan dengan kejadian penyakit biasa. Oleh karena itu, hal tersebut membutuhkan rancangan sistem kesehatan yang disesuaikan dengan perkiraan dampak perubahan iklim sehingga fasilitas pelayanan kesehatan yang ada mampu menampung, menangani, dan mengendalikan kasus-kasus tersebut.
B. Perubahan cuaca dan kondisi sosial. Salah satu contoh akibat perubahan cuaca adalah banjir. Banjir yang menenggelamkan tempat tinggal manusia membuat manusia mengungsi. Dalam kondisi darurat seperti itu, akan timbul kepanikan. Selain itu, pada kondisi darurat manusia tidak lagi memikirkan orang lain. Yang menjadi prioritas utamanya adalah bagaimana caranya agar dirinya, keluarganya, dan hartanya dapat diselamatkan. Tidak jarang manusia menginjak hak orang lain asal kebutuhan keluarganya dapat dipenuhi, walaupun hak orang yang diinjak tersebut adalah hak tetangganya.
C. Perubahan cuaca dan dampak lingkungannya. Perubahan cuaca terjadi karena perubahan keseimbangan lingkungan. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (uap air, CO2, NOx, CH4, dan O3) di atmosfer akibat aktifitas pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia menyebabkan terbentuknya semacam selimut tak tampak mata yang mengurung gelombang panas sinar matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Efeknya adalah permukaan bumi semakin memanas dan pada akhirnya memicu perubahan iklim.
• Pencemaran udara
Kelembaban udara bergantung pada konsentrasi uap air, dan H2O yang berbeda-beda konsentrasinya di setiap daerah. Kondisi udara di dalam atmosfer tidak pernah ditemukan dalam keadaan bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain dan partikulat-partikulat yang tidak kita perlukan. Gas-gas dan partikulat-partikulat yang berasal dari aktivitas alam dan juga yang dihasilkan dari aktivitas manusia ini terus-menerus masuk ke dalam udara dan mengotori/mencemari udara di lapisan atmosfer khususnya lapisan troposfer. Apabila bahan pencemar tersebut dari hasil pengukuran dengan parameter yang telah ditentukan oleh WHO konsentrasi bahan pencemarnya melewati ambang batas (konsentrasi yang masih bisa diatasi), maka udara dinyatakan dalam keadaan tercemar. Pencemaran udara terjadi apabila mengandung satu macam atau lebih bahan pencemar diperoleh dari hasil proses kimiawi seperti gas-gas CO, CO2, SO2, SO3, gas dengan konsentrasi tinggi atau kondisi fisik seperti suhu yang sangat tinggi bagi ukuran manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Adanya gas-gas tersebut dan partikulat-partikulat dengan konsentrasi melewati ambang batas, maka udara di daerah tersebut dinyatakan sudah tercemar.
• Tekanan udara dan O2
Molekul-molekul nitrogen, oksigen dan gas-gas lain yang membentuk udara bergerak dengan kecepatan luar biasa, bertabrakan dengan satu sama lain dan semua benda lainnya. Seperti udara dipanaskan, molekul mempercepat, yang berarti mereka mendorong lebih keras terhadap lingkungannya. Sebagai tekanan udara terus menurun oksigen sekitar 21% dari gas di udara seperti halnya di permukaan laut.. Tapi, ada oksigen kurang karena ada kurang dari semua itu gas udara itu. Sebagai contoh, pada saat Anda pergi ke 12.000 kaki itu tekanan udara sekitar 40% lebih rendah daripada permukaan laut. Ini berarti bahwa dengan setiap napas Anda memperoleh 40% kurang dari oksigen di ketinggian rendah. Efek ini tidak dirasakan di kabin pesawat karena yang bertekanan untuk menjaga kepadatan udara di dalam hampir sama karena akan menjadi sekitar 6.000 atau 7.000 meter di atas permukaan laut.
• Dalam kaitannya dengan dunia kerja dan ergonomi
Dari beberapa pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa kondisi-kondisi atmosferik mempengaruhi dunia kerja seperti :
 Regulasi panas tubuh. Seseorang akan dapat bekerja dengan baik apabila regulasi panas tubuhnya tetap konstan. Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. Dengan kondisi seperti ini maka seseorang dapat bekerja dengan baik. Hal ini tentu saja dapa dikatakan sebagai kondisi yang nyaman (ergonomi) seseorang dalam beraktivitas atau bekerja.
 Pengaruh suhu. Suhu merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada manusia. Suhu diruangan tempat kerja misalnya. Seseorang dapat bekerja apabila suhu diruangan atau tempat kerjanya tidak ekstrem (tidak terlalu dingin atau tidak terlalu panas). Suhu yang stabil dan sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat memberikan rasa nyaman (ergonomi) pada seseorang ketika sedang bekerja.
 Pengaruh cuaca dan kondisi yang berhubungan. Cuaca merupakan penentu aktivitas manusia didunia ini. Cuaca yang bersahabat dapat memberikan keuntungan bagi manusia yaitu manusia dapat melakukan aktivitasnya terutama bekerja dengan baik. Cuaca pada musim kemarau dapat memberikan ketidaknyaman pada karyawan yang sedang bekerja yaitu kepanasan. Hal ini dapat sedikit diatasi apabila tempat bekerja atau ruangan kerja karyawan dilengkapi dengan alat pendingin ruangan seperti AC, kipas, hexsos, dsb dengan standar ergonomi (kenyamanan) yang baik tentunya.
 Pencemaran udara. Polusi atau pencemaran udara merupakan salah satu faktor atmosferik yang sangat berpengaruh pada kinerja karyawan atau seseorang yang sedang bekerja. Di pabrik industri biasanya hal ini terjadi. Asap produksi yang melebihi kadar akan menyebabkan pencemaran udara. Apabila hal ini terjadi maka para karyawan yang berada disekitarnya akan sangat terpengaruh saluran pernapasannya yang akhirnya berujung pada kinerjanya. Hal ini dapat sedikit diatasi apabila pabrik memberikan kebijakan K3 berupa masker yang tentunya memiliki nilai ergonomi (kenyamanan) yang baik yang apabila dipakai karyawannya merasa nyaman dan tentunya tidak mengganggu kinerja.
 Tekanan udara dan O2. Tekanan udara terjadi apabila suplai O2 tidak mengalir dengan baik. Karyawan tentunya sangat dipengaruhi oleh suplai O2 yang baik dan cukup apabila sedang bekerja hal ini dikarenakan suplai O2 yang baik dan cukup dapat meningkatkan konsentrasi pada saat bekerja. Untuk itu, ruangan kerja harus memiliki ventilasi udara atau tempat pertukaran atau aliran udara O2 yang didesain dengan ergonomi (tepat) agara karayawan tidak mengalami sesak napas yang diakibatkan tekanan udara.

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja : ”Iluminasi”

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja : ”Iluminasi”

Avin Fadilla Helmi (1999) menyebutkan bahwa psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik, merupakan salah satu cabang ilmu Psikologi yang tergolong masih muda. Teori-teori psikologi lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori besar yang berkembang dalam disiplin ilmu Psikologi maupun diluar ilmu psikologi. Grand theories yang sering diaplikasikan dalam psikologi lingkungan seperti misalnya teori kognitif, teori behavioristik, dan teori medan. Dalam psikologi lingkungan terdapat 2 hal yang terkandung didalamnya yaitu Architectural features (penataan letak benda-benda diruangan seperti vas bunga, lukisan, patung, dsb) dan Ambient condition (pencahayaan, warna, kelembapan, dsb).
Psikologi kerekayasaan merupakan penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error). Psikolgi kerekayasaan dikenal juga dengan istilah ergonomi. Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu ERGON (KERJA) dan NOMOS (HUKUM ALAM) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2008). Menurut Sutalaksana (1979), egonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman . Ergonomi berkenaan berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat kerja, di rumah, dan di tempat rekreasi. Ergonomi disebut juga sebagai Human Factors.
Hubungan antara Psikologi lingkungan dengan psikologi kerekayasaan atau ergonomi ini dapat kita gambarkan dengan istilah yang dikenal dengan iluminasi. Iluminasi (illumination) adalah datangnya cahaya ke suatu objek, intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau diteruskan oleh suatu unit bidang yang diterangi. Pencahayaan sangat penting dalam kehidupan manusia seharihari khususnya pada bangunan, tanpa pencahayaan bangunan akan terasa membosankan dan tidak bernyawa dimana kita akan merasa terhambat dalam melakukan kegiatan kita.
• Sumber cahaya ada dua jenis yaitu :
a. sumber cahaya alami yaitu matahari berperan sebagai penerang alami pada siang hari.
b. sumber cahaya buatan yaitu lampu berperan sebagai penerang buatan pada malam hari.

• Pencahayaan mempunyai 3 fungsi utama yaitu3 :
1. General Lighting yaitu penerangan merata yang menerangi seluruh ruang.
2. Task Lighting yaitu penerangan setempat untuk mendukung kegiatan tertentu (lampu baca).
3. Decorative Lighting yaitu penerangan tambahan untuk unsur dekoratif. Penerangan mengandung aspek kuantitas (intensitas cahaya) dan kualitas (warna,kesilauan). Kesilauan dapat secara langsung

Dalam kaitannya dengan ergonomi yaitu iluminasi atau pencahayaan pada suatu ruangan sangatlah berpengaruh pada kinerja karyawan. Iluminasi yang memiliki nilai ergonomi dapat memberikan pengaruh yang positif, seperti : membantu ruangan menjadi kondusif dan nyaman sehingga memberikan karyawan lebih merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya sedangkan Iluminasi yang tidak memiliki nilai ergonomi dapat memberikan pengaruh yang negtif, seperti : dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan ketidaknyamanan karyawan yang berada dalam ruangan.

Sistem Manusia Mesin ”Robot”

Sistem Manusia Mesin ”Robot”

Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah.
Mesin adalah alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau mengubah energi untuk melakukan atau membantu pelaksanaan tugas manusia. Biasanya membutuhkan sebuah masukan sebagai pelatuk, mengirim energi yang telah diubah menjadi sebuah keluaran, yang melakukan tugas yang telah disetel. Mesin dapat diartikan juga sebagai tenaga utama atau sumber daya dari sesuatu alat atau barang
Kedua hal diatas diciptakan oleh manusia dan kedua hal dijalankan atau dioperasikan oleh manusia. Oleh karena itu, disini peran manusia sangat dibutuhkan untuk mengoperasikan atau menjalankan system ataupun mesin. Sistem dibuat oleh manusia, manusia membuat sistem untuk menjalankan mesin dengan kata lain hal ini disebut dengan sistem manusia mesin. Disini sisitem manusia mesin diartikan dengan sebuah benda atau alat yang kita kenal dengan nama ”Robot”.
Robot adalah sebuah alat mekanik yang dapat melakukan tugas fisik, baik menggunakan pengawasan dan kontrol manusia, ataupun menggunakan program yang telah didefinisikan terlebih dulu (kecerdasan buatan). Robot biasanya digunakan untuk tugas yang berat, berbahaya, pekerjaan yang berulang dan kotor. Biasanya kebanyakan robot industri digunakan dalam bidang produksi. Penggunaan robot lainnya termasuk untuk pembersihan limbah beracun, penjelajahan bawah air dan luar angkasa, pertambangan, pekerjaan "cari dan tolong" (search and rescue), dan untuk pencarian tambang. Belakangan ini robot mulai memasuki pasaran konsumen di bidang hiburan, dan alat pembantu rumah tangga, seperti penyedot debu, dan pemotong rumput.
Seperti kita ketahui system manusia mesin atau robot dalam bidang industri sangatlah berperan apalagi jikalau kita melihat perkembangan industri saat ini yang semakin berkembang dan harus mengejar target produksi setiap harinya. Robot disini bukanlah robot yang kita kenal dalam film-film fiksi seperti Star Wars, dsb yang memiliki kaki, tangan, dan dapat berbicara layaknya manusia. Akan tetapi robot disini merupakan suatu alat yang diciptakan oleh manusia dengan sisitem dan mesin sebagai komponennya dan manusia yang mengoperasikannya. Untuk itu robot disini merupakan alat yang menunjang dan membantu para operator atau karyawan produksi dalam menjalankan produksinya yang ditargetkan oleh perusahaan, setiap harinya.
Dalam kaitannya dengan ilmu ergonomi, robot atau system manusia mesin ini harus didesain dengan memenuhi nilai ergonomi agar pengoperasiannya tidak sulit dan dapat memberikan kenyamanan kepada operator yang mengoperasikannya. Apabila robot memiliki nilai ergonomi yang sesuai dengan standard maka robot tersebut dapat mempermudah operator didalam mengoperasiknnya dan kenyamanan dan keamanan sehingga menekan peluang terjadinya kecelakaan kerja.

Sabtu, 03 April 2010

3. Keamanan di Bidang Industri dan Pencegahan Kecelakaan dlm Kerja

• Keselamatan kerja
Tindakan keselamatan kerja bertujuan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmani maupun rohani manusia, serta hasil kerja dan budaya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Keselamatan kerja manusia secara terperinci antara meliputi : pencegahan terjadinya kecelakaan, mencegah dan atau mengurangi terjadinya penyakit akibat pekerjaan, mencegah dan atau mengurangi cacat tetap, mencegah dan atau mengurangi kematian, dan mengamankan material, konstruksi, pemeliharaan, yang kesemuanya itu menuju pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan umat manusia.
1) Menunjang terlaksananya tugas-tugas pemerintah, khususnya di bidang peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan tenaga kerja di perusahaan, industri, perkebunan, pertanian yang meliputi di antaranya tentang penanganan keselamatan kerja.
2)Menuju tercapainya keragaman tindak di dalam menanggulangi masalah antara lain keselamatan kerja.

• Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerjadan penyakit.Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja
1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya.
2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja
3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja
4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja.

• Standar Keselamatan Kerja
Pengamanan sebagai tindakan keselamatan kerja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan digolongkan sebagai berikut:
a) Pelindung badan, meliputi pelindung mata, tangan, hidung, kaki, kepala, dan telinga.
b) Pelindung mesin, sebagai tindakan untuk melindungi mesin dari bahaya yang mungkin timbul dari luar atau dari dalam atau dari pekerja itu sendiri
c) Alat pengaman listrik, yang setiap saat dapat membahayakan.
d) Pengaman ruang, meliputi pemadam kebakaran, sistem alarm,
air hidrant, penerangan yang cukup, ventilasi udara yang baik,
dan sebagainya.

• Pencegahan merupakan cara yang paling efektif
Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu : perilaku yang
tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman, berdasarkan data dari
Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai
saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut:
1. sembrono dan tidak hati-hati
2. tidak mematuhi peraturan
3. tidak mengikuti standar prosedur kerja.
4. tidak memakai alat pelindung diri
5. kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang
tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan
lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan
perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah
disebutkan di atas.

• Mencegah Terjadinya Kecelakaan
Tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan adalah hal yang lebih penting dibandingkan dengan mengatasi terjadinya kecelakaan. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghindarkan sebab-sebab yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Tindakan pencegahan bisa dilakukan dengan cara penuh kehati-hatian dalam melakukan pekerjaan dan ditandai dengan rasa tanggung jawab. Mencegah kondisi kerja yang tidak aman, mengetahui apa yang harus dikerjakan dalam keadaan darurat, maka segera melaporkan segala kejadian, kejanggalan dan kerusakan peralatan sekecil apapun kepada atasannya. Kerusakan yang kecil atau ringan jika dibiarkan maka semakin lama akan semakin berkembang dan menjadi kesalahan yang serius jika hal tersebut tidak segera diperbaiki. Tindakan pencegahan terjadinya kecelakaan harus dilakukan dengan rasa bertanggung jawab sepenuhnya terhadap tindakan keselamatan kerja. Bertanggung jawab merupakan sikap yang perlu dijujung tinggi baik selama bekerja maupun saat beristirahat. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi keselamatan dalam bekerja. Peralatan perlindungan anggota badan dalam setiap bekerja harus selalu digunakan dengan menyesuaikan sifat pekerjaan yang dilakukan.beberapa alat pelindung keamanan anggota badan, terdiri dari pelindung mata, kepala, telinga, tangan, kaki dan hidung. Penggunaan alat pelindung ini disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dikerjakan. Sebagai contoh pelindung mata, pakailah kaca mata atau gogles untuk melindungi dari sinar yang kuat, loncatan bunga api, loncatan logam panas dan sebagainya.

• Sebab-Sebab terjadinya Kecelakaan
Suatu kecelakaan sering terjadi yang diakibatkan oleh lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan halhal yang menyebabkan kecelakan tersebut. Ada dua sebab utama terjadinya suatu kecelakaan. Pertama, tindakan yang tidak aman. Kedua, kondisi kerja yang tidak aman. Orang yang mendapat kecelakaan luka-luka sering kali disebabkan oleh orang lain atau karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan. Berikut beberapa contoh tindakan yang tidak aman, antara lain:
a) Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
b) Memakai alat atau peralatan dengan cara yang salah
c) Tanpa memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan atau pelindung kepala jika pekerjaan tersebut memerlukannya
d) Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat perlengkapan lainnya.
e) Sikap tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan membawa barang berbahaya di tenpat kerja
f) Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain mengambil alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui
pekerjaan tersebut.

 DALAM KAITANNYA DENGAN ERGONOMI
Kecelakaan sering terjadi akibat kondisi kerja yang tidak aman. Berikut ini beberapa contoh yang menggambarkan kondisi kerja tidak aman, antara lain :tidak ada instruksi tentang metode yang aman, tidak ada atau kurangnya pelatihan si pekerja, memakai pakaian yang tidak cocok untuk mengerjakan tugas pekerjaan tersebut, menderita cacat jasmani, penglihatan kabur, pendengarannya kurang, mempunyai rambut panjang yang mengganggu di dalam melakukan pekerjaan dan system penerangan ruang yang tidak mendukung.
Menghindarkan cara kerja yang tidak nyaman merupakan anggung jawab semua pekerja yang bekerja di ruang kerja. ebaliknya sikap yang tidak bertanggung jawab merupakan suatu indakan kebodohan. Sikap yang bodoh menyebabkan bahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu ikutilah instruksi supervisor (pengawas/pimpinan). Pakailah cara-cara kerja yang benar, tenang dan tidak ceroboh dalam segala hal jika akan memulai bekerja. Kerja sama dari semua orang yang terlibat dalam bekerja sangat diperlukan dalam mencegah kondisi yang tidak aman. Kondisi kerja yang aman tidak hanya memiliki alat-alat yang bagus dan mesin yang baru. Kerjasama dari setiap individu tempat kerja merupakan hal yang sangat penting. Menjadikan tempat kerja yang bersih, sehat, tertib, teratur dan rapi merupakan syarat yang sangat menentukan keberhasilan kerja secara maksimal. Oleh karena itu nilai Ergonomi perlu diterapkan dan diperhatikan agar kecelakaan kerja dapat dikurangi bahkan dihindari.

Jumat, 19 Maret 2010

JADWAL KERJA DAN KAITANNYA DENGAN ERGONOMI

JADWAL KERJA DAN KAITANNYA DENGAN ERGONOMI
Jadwal kerja merupakan waktu yang diberikan perusahaan atau instansi tempat bekerja pada pegawainya atau karyawannya untuk memulai pekerjaannya dan mengakhiri pekerjaannya. Umumnya jadwal kerja itu dimulai pagi hari yaitu jam 07.00, 07.30, dan 08.00 dan selesai pada sore hari pada jam 17.00, 17.30, dan 17.00 dan dari hari Senin sampai hari jum’at. Pada perusahaan di kawasan kota besar seperti Mega Kuningan, Jakarta, jadwal kerja dimulai pada pukul 07.00 dan 08.00 sampai dengan 17.00 dan 18.00 tanpa tambahan lembur atau kerja tambahan. Pada pabrik atau perusahaan industri di kawasan industri JABODETABEK dan KARAWANG jadwal kerja ada yang terbagi menjadi kerja bergilir (shift) dan ada juga jadwal kerja biasa atau pada umumnya. Untuk Pabrik atau perusahaan industri yang memberlakukan jadwal kerja bergilir atau (shift) biasanya terbagi menjadi 3 shift, diantaranya : Shift 1 yang dimulai pada pagi hari yaitu jam 08.00 sampai sore hari yaitu jam 16.30, Shift 2 yang dimulai pada siang hari yaitu jam 13.30 sampai malam hari yaitu jam 00.30 dan Shift 3 yang dimulai pada malam hari yaitu jam 21.00 sampai pagi hari yatu jam 06.00. Sedangkan untuk pabrik atau perusahaan industri yang tidak memberlakukan jadwal kerja bergilir atau Shift yaitu dimulai pada pagi hari yaitu jam 08.00 sampai sore hari jam 17.00. Untuk pegawai negeri sipil atau pegawai yang bekerja di instansi pemerintah jadwal kerja dimulai pagi hari yaitu jam 07.30 sampai sore hari yaitu jam 15.30.
Dari data diatas kita dapat simpulkan bahwa jadwal kerja yang paling padat yaitu jadwal kerja pegawai atau karyawan pabrik atau perusahaan industri yang pada Pabrik atau perusahaan industri yang memberlakukan jadwal kerja bergilir atau (shift) biasanya terbagi menjadi 3 shift, selanjutnya pabrik atau perusahaan industri yang tidak memberlakukan jadwal kerja bergilir atau Shift, selanjutnya perusahaan di kawasan kota besar seperti Mega Kuningan, Jakarta, dan yang terakhir pegawai negeri sipil atau pegawai yang bekerja di instansi pemerintah. Adapun hubungan jadwal kerja dengan ergonomi yaitu dilihat dari ha utama , yaitu : Waktu kerja yang lama dan tanpa ditunjang alat kerja atau fasilitas kerja yang memiliki nilai ergonomi atau kenyamanan dan keefisienan sehingga dapat menyebabkan pegawai atau karyawannya menjadi tidak nyaman dan berujung pada produktivitas dan kinerja yang tidak optimal dan maksimal.